Menambah lafazh "sayyid" sebelum menyebut nama Nabi adalah hal
yang diperbolehkan karena kenyataannya beliau memang Sayyid al 'Alamin ; penghulu dan pimpinan seluruh makhluk.
Jika Allah ta'ala dalam al Qur'an menyebut Nabi Yahya dengan :
(
... وسيدا وحصورا ونبيا من الصالـحين ) (سورة
آل عمران : 39)
Padahal Nabi Muhammad lebih mulia daripada Nabi Yahya. Ini berarti mengatakan sayyid untuk Nabi Muhammad juga boleh, bukankah Rasulullah sendiri pernah mengatakan tentang dirinya :
" أنا
سيد ولد ءادم يوم القيامة ولا فخر " رواه الترمذي
Maknanya : "Saya adalah penghulu manusia di hari kiamat" (H.R. at-Turmudzi)
Jadi boleh mengatakan " اللهم صل على سيدنا محمد " meskipun tidak pernah ada pada lafazh-lafazh shalawat yang diajarkan oleh Nabi (ash-Shalawat al Ma'tsurah). Karena menyusun dzikir tertentu; yang tidak ma'tsur boleh selama tidak bertentangan dengan yang ma'tsur. Sayyidina umar dalam hadits yang diriwayatkan oleh imam Muslim menambah lafazh talbiyah dari yang sudah diajarkan oleh Nabi, lafazh talbiyah yang diajarkan oleh Nabi adalah :
"
لبيك اللهم لبيك، لبيك لا شريك لك لبيك، إن الحمد والنعمة لك والملك ، لا شريك لك
"
Umar menambahkan :
"لبيك
اللهم لبيك وسعديك ، والخير في يديك، والرغباء إليك والعمل"
Ibnu Umar juga menambah lafazh tasyahhud menjadi :
"
أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له "
Ibnu Umar berkata : " وأنا زدتها " ; "Saya yang menambah وحده لا شريك له ". (H.R. Abu Dawud)
Karena itulah al Hafizh Ibnu Hajar dalam Fath
al Bari, Juz. II, hlm. 287 ketika menjelaskan hadits Rifa'ah ibn Rafi', Rifa'ah mengatakan : Suatu hari kami sholat
berjama'ah di belakang Nabi shallallahu 'alayhi wasallam, ketika
beliau mengangkat kepalanya setelah ruku' beliau membaca : سمع الله لمن حمده ,
salah seorang makmum mengatakan :
"ربنا ولك الحمد حمدا كثيرا طيبا مباركا فيه " , maka ketika sudah selesai sholat
Rasulullah bertanya : "Siapa tadi yang mengatakan kalimat-kalimat itu
?" , Orang yang mengatakan tersebut menjawab: Saya , lalu Rasulullah
mengatakan :
"
رأيت بضعة وثلاثين ملكا يبتدرونها أيهم يكتبها أول"
Maknanya : "Aku melihat lebih dari
tiga puluh malaikat berlomba untuk menjadi yang pertama mencatatnya".
al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan : "Hadits ini adalah dalil yang menunjukkan;
·
Bolehnya menyusun dzikir di
dalam sholat yang tidak ma'tsur selama tidak menyalahi
yang ma'tsur.
·
Boleh mengeraskan suara
berdzikir selama tidak mengganggu orang di dekatnya.
·
Dan bahwa orang yang bersin
ketika sholat boleh mengucapkan al Hamdulillah tanpa ada kemakruhan di
situ". Demikian perkataan Ibnu Hajar.
Jadi boleh mengatakan " اللهم صل على سيدنا محمد " dalam sholat sekalipun karena
tambahan kata sayyidina ini tambahan yang sesuai dengan asal dan tidak
bertentangan dengannya.
0 komentar:
Posting Komentar